Warga Keluhkan Tagihan Listrik Membengkak Rp 4 Juta Biasanya Rp 500 Ribu, PLN Beberkan Alasannya
TRIBUNJAKARTA.COM - Sejumlah warga Kota Depok mendatangi Kantor PLN ( Perusahaan Listrik Negara) karena tagihan yang melonjak di bulan Juni ini.
Tak hanya satu kali lipat, sejumlah warga memprotes kenaikan tagihan listrik yang dinilai tak masuk akal hingga berkali-kali lipat.
“Tagihan saya biasanya Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu satu bulannya, sekarang ini sampai nyaris Rp 4 juta-an,” ujar Aji, salah seorang warga yang mengikuti aksi protes tersebut, jumat (5/6/2020).
Aji berujar, kenaikan yang dinilai tak wajar ini baru pertama kali terjadi bulan ini.
“Bulan kemarin masih normal. Ini kok bulan Juni bengkak banget tagihan sampai berjuta-juta,” jelasnya.
Sementara itu, seorang warga lainnya mengaku dirinya mengalami hal yang lebih tidak masuk akal.
Bagaimana tidak, rumahnya yang sudah kosong dan lama tidak ditempati, tiba-tiba mendapat tagihan sebesar kurang lebih Rp 400 ribu.
Meski begitu, hingga saat berita ini dinaikan, belum ada keterangan resmi dari pihak PLN Kota Depok meski TribunJakarta.com sudah mencoba menghubungi.
Penjelasan PLN
Dikonfirmasi hal tersebut, Humas PLN UP3 Depok, Meri Juliana, menjelaskan bahwa kelonjakan tagihan listrik yang diklaim oleh warga merupakan opini yang tidak benar.
“Opini tidak benar, karena peningkatan tagihan rekening listrik di bulan Juni ini murni disebabkan adanya selisih tagihan rekening di bulan sebelumnya,” kata Meri dikonfirmasi TribunJakarta.com, Jumat (5/6/2020).
Meri mengatakan, selama masa pandemi ini pihaknya menerapkan kebijakan physical distancing. Oleh sebab itu, petugas pencatat meteran listrik tidak bisa mengunjungi pelanggan mencatat meter secara langsung.
“Untuk itu tagihan listrik pelanggan didasarkan pada perhitungan rata-rata penggunaan listrik selama tiga bulan terakhir untuk rekening pembayaran bulan Maret 2020 dan April 2020,” tuturnya.
Ia menuturkan, peningkatan masyarakat dalam menggunakan listrik juga terjadi sejak bulan April 2020 silam, ketika masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah diterapkan.
“Sejak bulan April lalu, masyarakat sudah melakukan PSBB sehingga terjadi kenaikan konsumsi listrik akibat meningkatnya akibat meningkatnya aktivitas pelanggan di rumah. Hal ini menyebabkan terjadinya selisih antara jumlah penggunaan real dengan pencatatan (yang didasarkan angka rata-rata selama tiga bulan),” jelasnya.
“Selisih ini kemudian terakumulasi ke dalam rekening bulan Mei yang ditagihkan pada rekening bulan Juni,” timpalnya lagi.
Terakhir, Meri menegaskan bahwa pihaknya memastikan tidak ada kenaikan tarif listrik seerti yang diklaim sejumlah warga tersebut.
“Jadi kami pastikan PLN tidak menaikkan tarif listrik,” pungkasnya.
“Jadi kami pastikan PLN tidak menaikkan tarif listrik,” pungkasnya.
Imbas Pemberlakuan Baca Stand kWh
Sementara itu, Manager Komunikasi PLN UID Jatim, Fenny Nurhayati mengatakan, hal itu merupakan imbas dari pemberlakuan kembali baca stand kWh meter yang dilakukan mulai akhir Mei 2020 lalu.
"Kami sudah mengingatkan kepada pelanggan untuk mencermati beberapa kondisi yang mungkin timbul di rekening listrik masing-masing pada bulan Juni ini," kata Fenny saat dihubungi Jumat (5/6/2020).
Ketika pada akhir Mei 2020, petugas kembali melakukan pembacaan angka stand meter. Maka, ada dua kemungkinan yang akan timbul bagi pelanggan yang tidak mengirimkan angka stand meter secara mandiri kepada PLN.
"Yaitu rata-rata yang digunakan ternyata lebih kecil dari angka pemakaian, atau sebaliknya angka rata-rata tersebut lebih besar dari pemakaian yang seharusnya," jelas Fenny.
Sesuai prosedur, PLN akan memperhitungkan selisih dari angka pemakaian real tersebut pada tagihan di bulan Juni 2020, misalnya:
a. Pemakaian listrik A pada bulan Desember 55 kWh, Januari 50 kWh dan Februari 45 kWh, maka jika pada akhir maret A tidak melaporkan foto stand meternya. Maka angka rata-rata pemakaian bulan Desember, Januari dan Februari yang digunakan sebagai dasar tagihan bulan April 50 kWh.
b. Jika pada akhir April A belum melaporkan foto stand meter, maka angka pemakaian listrik bulan bulan April yang menjadi dasar tagihan listrik di bulan Mei merupakan rata-rata dari pemakaian bulan Januari, Februari dan Maret, yakni 48 kWh.
Ketika pada akhir Mei PLN melakukan baca stand kWh meter real di lapangan, maka akan terdapat dua kemungkinan sebagai berikut :
a. Jika pada masa pendemi pemakaian listrik A ternyata adalah sebanyak 70 kWh per bulan (lebih besar dari tagihan), maka dapat diartikan bahwa pemakaian bulan Maret dan April terdapat kurang tagih sebanyak 20 kWh dan 22 kWh yang harus diperhitungkan pada pemakaian bulan Mei.
b. Jika pada masa pandemi pemakaian listrik A ternyata adalah sebanyak 40 kWh per bulan (kurang dari tagihan), maka dapat diartikan bahwa pemakaian bulan Maret dan April terdapat lebih tagih sebanyak 10 kWh dan 8 kWh yang harus diperhitungkan pada pemakaian bulan Mei.
"Berdasarkan ilustrasi di atas, diharapkan pelanggan dapat memahami komponen perhitungan tagihan listrik di bulan Juni ini," ungkap Fenny.
Bagi pelanggan yang ingin tetap melakukan baca meter mandiri melalui whatsapp, layanan tersebut masih tetap disediakan oleh PLN dan angka yang dikirimkan akan menjadi bahan verifikasi petugas.
"Kami tidak akan mengurangi hak pelanggan, karena tugas utama PLN adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, tidak ada yang lebih penting dari jiwa manusia. Tapi PLN akan tetap melakukan pelayanan terbaik agar pelanggan tetap nyaman dan tetap dapat melakukan pembayaran listrik tepat waktu," ungkap Fenny.
Sebagai tambahan, bila pelanggan memerlukan informasi detail terkait tagihan listriknya, bisa menghubungi Contact Center PLN 123 dan PLN Mobile.
"Melalui dua kanal tersebut, nomor kontak pelanggan akan tercatat dan petugas dari Unit Layanan Pelanggan (ULP), akan menghubungi kembali untuk memberikan penjelasan," tandas Fenny.
HALAMAN SELANJUTNYA:
Loading...
0 Response to "Warga Keluhkan Tagihan Listrik Membengkak Rp 4 Juta Biasanya Rp 500 Ribu, PLN Beberkan Alasannya"
Posting Komentar